Selasa, 05 Januari 2016

MAKALAH ISLAM DAN PERADABAN MELAYU : TEORI-TEORI MASUKNYA ISLAM DIKAWASAN MELAYU

BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Islam memiliki karakteristik global, yang mana bisa diterima dalam setiap ruang dan waktu. Namun saat ia memasuki berbagai kawasan wilayah, karakteristik globalnya seolah-olah hilang melebur ke dalam berbagai kekuatan lokal yang dimasukinya. Satu kecendrungan dimana biasa Islam mengadaptasi terhadap kepentingan mereka. Khususnya dikawasan Nusantara, dimana disana identik dengan budaya melayu, budaya Melayu yang ada di Nusantara menjadikan Agama Islam disana berkarakter Islam melayu.Islam dan masyarakat tradisional Melayu pada dasarnya adalah bentuk Islam pribumi, yang dianut sebagai prinsip-prinsip akidah dengan ajaran-ajaran ritualnya yang bersifat wajib. Islamisasi orang-orang Melayu, seperti itu juga yang dialami oleh orang-orang ditempat lain, tidak pernah berlangsung secara sekaligus, akan tetapi melalui proses yang berjalan secara bertahap-tahap.
Rumusan Masalah
1.      Bagaimanaproses penyebaran islam di kawasan melayu ?
2.       Apasaja teori-teori  yang digunakan dalam proses penyebaran islam  di kawasan melayu ?
Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui proses penyebaran islam di kawasan melayu.
2.      Mengetahui teori-teori  yang digunakan dalam proses penyebaran islam  di kawasan melayu.
Kegunaan Makalah
Makalah ini dibuat sebagai tugas terstruktur dan sebagai bahan diskusi





BAB II
PEMBAHASAN
Proses Masuknya Islam Di Kawasan Melayu
Islam datang dikawasan  Melayu  diperkirakan pada sekitar abad ke-7. Kemudian mengalami perkembangan secara intensif dan mengislamisasi masyarakat secara optimal yang diperkirakan terjadi pada abad ke-13 M. Awal kedatangannya diduga akibat hubungan dagang antara pedagang-pedagang Arab dari Timur Tengah (seperti Mesir, Yaman, atau Teluk Persia) atau dari daerah sekitar India (seperti Gujarat, Malabar, dan Bangladesh), dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara, semacam Sriwijaya di Sumatra atau dengan di Maja Pahit di Jawa. Perkembangan mereka pada abad ke-13 sampai awal abad ke-15 ditandai dengan banyaknya pemukiman muslim baik di Sumatra seperti di Malaka, Aceh, maupun di Jawa seperti di pesisir-pesisir pantai, Tuban, Gresik, Demak, dan sebagainya.
Pusat-pusat kekuatan ekonomi masyarakat Islam secara tidak langsung terlembagakan dalam bentuk kota-kota dagang atau munculnya para saudagar muslim, baik di Malaka, Aceh, maupun pesisir-pesisir pulau jawa. Saudagar-saudagar Arab, kelompok-kelompok sufi, dan para mubaligh dari teluk persia, Oman maupun dari Gujarat-Persia tersebut atau dari berbagai tempat lain dari Timur Tengah terus berakumulasi dengan kekuatan lokal, hingga terbentuknya komunitas politik, yakni kesultanan pada abad ke-16. Dari sana para saudagar mendapat perlingdungan dan semangat lebih untuk meneruskan langkah-langkah ekonomi dan dakwahnya untuk menembus wilayah-wilayah Timur lainnya, seperti daerah-daerah Jawa, serta daerah Maluku, seperti Ambon, Ternate, Tidore, dan seterusnya, termasuk Kalimantan, pulau-pulau Sulu dan Filipina.
Pengaruh persia terhadap kebudayaan Melayu juga sangat terasa pada pemikiran-pemikiran seni dan bahasa. Banyak pola-pola kata dan bahasa yang di adopsi dari pola-pola Persia, simana huruf  akhiran “th” yang selalu dibaca tegas seperti pada kata masyaraka(t), makluma(t), khiyana(t), dan sebagainya. Sementara dalam pola bahasa Arab akhiran “t” selalu dibaca mati dan diganti dengan akhiran “h”; khiyanah, ma’lumah, dan sebagainya.Istilah-istilah lain seperti cilla (duduk bersila), bazar (pasar) dan sebagainya, termasuk pada pola dan wujud seni sastra Melayu yang hampir separuhnya terpengaruh Persia.
Mengenai teori kedatangan Islam di Melayu terdapat banyak pendapat dan masing-masing pendapat diikuti dengan bukti-buktinya.Memang banyak hal yang dipermasalahkan apabila membicarakan apabila membicarakan tentang kedatangan Islam.meskipun demikian maka teori kedatangan Islam meliputi tiga hal pokok yakni dari mana asal kedatangan Islam waktu kedatangan Islam dan siapa yang membawa Islam itu sendiri. Namun  terlepas dari teori tersebut yang jelas Islam pada awalnya bertapak di kota-kota pelabuhan seperti Samudra Pasai, Aceh, Malaka, Riau, dan kota-kota pelabuhan lainnya. Hal ini disebabkan karena Kepulauan Melayu memang berada di persimpangan jalan laut bagi para pedagang yang akan melakukan perjalanan perniagaan. Misalnya pedagang Arab, Persia, India, dan China dengan dua arah bolak balik. Oleh sebab itu secara umum dikatakan bahwa Islam disebarkan oleh para pedagang muslim yang melakukan perdagangan ke berbagai wilayah.
Sebelum islam datang ke tanah Melayu, orang-orang Melayu adalah penganut annimisme, hinduisme, dan budhisme. Namun demikian, sejak kedatangannya Islam secara berangsur-angsur mulai meyakini dan diterima sebagai agama baru oleh masyarakat Melayu Nusantara. Proses islamisasi di Nusantara tidak dapat dilepaskan dari peranan kerajaan Islam. Berawal ketika Raja setempat memeluk Islam, selanjutnya diikuti para pembesar istana, kaum bangsawan dan kemudian rakyat jelata. Dalam perkembangan selanjutnya, kesultanan memainkan peranan penting tidak hanya dalam pemapanan kesultanan sebagai institusi politik Muslim, pembentukan dan pengembangan institusi-institusi Muslim lainnya, seperti pendidikan dan hukum (peradilan agama) tetapi juga dalam peningkatan syiar dan dakwah Islam.
Teori-Teori Penyebaran Islam Di Kawasan Melayu
1.      Teori Arab
Pendapat ini menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab atau lebih tepatnya dari Hadramaut.Karena jika dilihat secara nyata jauh ke belakang sebenarnya telah terjadi hubungan antara penduduk nusantara dengan bangsa Arab sebelum kelahiran Islam. Dalam  satu catatan -shih” telah ditemui pada tahun 650 M/30 H. perkampungan tersebut dihuni oleh orang-orang Arab yang datang ke Sumatera pada abad ke-7 M. Selain tu pula bahwa pada abad 7 M yakni sekitar tahun 632 M berangkatlah satu ekspedisi yang terdiri dari beberapa orang saudagar Arab dan beberapa orang mubaligh Islam berlayar ke negeri Cina dan tinggal di pelabuhan Aceh yaitu di Lamuri. Kemudian dikatakan pula bahwa pada tahun 82 H atau tahun 717 M berlayar pula 33 buah kapal Arab-Persia yang diketuai oleh Zahid ke Tiangkok dan singgah pula di Aceh, Kedah, Suam, Brunei dan lain-lain.  Kepentingan mereka adalah untuk berdagang dan menyebarkan Islam. selanjutnya T. W. Arnold dalam bukunya “The Preaching Of Islam” menyebutkan pada 674 M telah ada koloni Arab di Pantai Barat Sumatra dan ada dari pembesar Arab itu yang menjadi kepala koloni disana, yaitu sekitar 676 M.
Teori Arab ini sangat banyak menampilkan bukti-bukti tentang keberadaan orang Arab di Wilayah Melayu, baik sebelum Islam maupun sesudah Islam.selain itu dapat juga dilihat bahwa system aksara Arab-Melayu yang ada di nusantara merupakan saduran dari aksara Arab atau aksara Timur Tengah. Hal ini menandakan telahh terjadinya interaksi yang dalam antara kedua wilayah itu.
Dalam Hikayat Raja-raja Pasai menyebutkan Syeikh Ismail dengan kapal dari Mekkah ke Pasai, djan lalu ia mengislamkan Merah Silu – penguasa setempat – yang kemudian diberi gelar Sultan Malik al-Saleh. Demikian juga informasi yang diberikan dalam sejarah Melayu (1952), Parameswara – penguasa melaka – juga di Islamkan oleh Sayyid Abdul Aziz, seorang Arab dari Jeddah. Setelah masuk Islam ia diberi gelar Sultan Muhammad Syah. Historiografi lainnya, Hikayat Mahawangsa meriwayatkan bahwa Syeikh Abdullah al-Yamani datang dari Makkah ke Nusantara dan mengislamkan penguasa setempat, Phra Ong Mahawangsa(Merong Mahawangsa) dan para mentrinya, serta sekalian penduduk Kedah. Setelah masuk Islam ia bergelar Sultan Muzaffar Syah. Sementara itu, sebuah historiografi dari Aceh (1982) menerangkan bahwa nenek moyang  Sultan Aceh berasal dari Arab yang bernama Syekh Jamal al-‘Alam, yang dikirim Sultan Utsmani untuk mengislamkan penduduk Aceh. Riwayat Aceh lainnya menyatakan bahwa Islam diperkenalkan di Aceh oleh seorang Arab yang bernama Syekh Abdulah ‘Arif sekitar tahun 506 H/ 1111 M.
Dalam seminar sejarah masuknya Islam ke Indonesia tahun 1962, Hamka menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Arab, bukan melalui india bukan pada abad 11 akan tetapi Islam masuk pada abad pertama Hijrah atau abad ke-7 Masehi. Pendapat ini didukung oleh Naquib al-Attas dengan mengkaji literature Melayu abad ke-10 dan 11 H (16-17 M).karena dalam berbagai tulisan Melayu selalu disebutkan peran bangsa Arab dalam proses Islamisasi.
2. Teori India
Teori kedatangan Islam ke Nusantara dibawa oleh pedagang-pedang dari India telah dipelopori oleh orientalis seperti Snouck Horgronje dan Brain Harrison. Teori ini diperkuat lagi dengan bukti lain yakni penemuan batu-batu nisan seperti batu nisan di Pasai yang bertanggal 17 Dzulhijjah 831 H (27 September 1428) mirip dengan batu nisan yang ada dimakam Maulana Malik Ibrahim di Gresik Jawa Timur bahkan sama pula bentuknya dengan batu nisan yang terdapat di Cambay, Gujarat. Sementara itu didapati juga pendapat yang mengatakan bahwa Islam dibawa oleh pedagang-pedagang yang berasal dari Malabar bukan Gujarat.  Hal ini dekarenakan adanya kesamaan mazhab yang di anut oleh masyarakat Nusantara dengan masyarakat di Malabar yakni manganut Mazhab Syafi’i. Sedangkan di Gujarat, masyarakatnya mengamalkan mazhab Hanafi. Selain itu Gujarat menerima Islam lebih belakang dari Pasai.
Ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa muslim yang banyak di Pasai adalah orang-orang Benggali atau keturunan mereka. Islam muncul pertama kali di semenanjung Malaya dari arah pantai Timur bukan dari pantai barat yaitu Malaka. Pendapat ini banyak dinilai lemah oleh sejarawan karena alasannya tidak kuat  terutama dalam hal angka tahun.
3.      Teori China
Terdapat juga teori yang mengatakan bahwa Islam di bawa ke Nusantara melalui Negara China karena Islam telah sampai ke China pada zaman pemerintahan Dinasti Tang sekitar tahun 659 M. pendapat ini didukung oleh Emanuel Godinho De Evedia yang digunakan oleh Othman dalam tulisannya yang mengatakan bahwa Islam datang ke Nusantara dari China melalui Kanton dan Hainan pada abad ke-9 M dengan bukti ditemukannya batu bersurat di Kuala Berang Telengganu yang terletak di Pantai Timur Tanah Melayu.
Selain itu, teori ini didukung oleh fakta di mana telah terjadi kegiatan perdagangan antara orang-orang Islam dari Asia barat (Arab-Persi) sejak abad ke-3 H (abad ke-9 M) atau lebih awal yaitu abad pertama kali hijrah (abad ke-7).Menurut Syafi Abu Bakar dalam penelitiannya mengatakan bahwa terdapat lebih kurang 200.000 pedagang-pedagang di pelabuhan Katon yang sebagian besarnya adalah pedagang-pedagang Islam.Mengenai teori China ini sebenarnya masih lemah karena secara area atau lokasi, negeri China berada di sebelah utara dan untuk sampai ke China harus melalui Selat Malaka terlebih dahulu. Jika orang-orang Arab berdagang ke China mestinya akan singgah terlebih dahulu di Nusantara sebelum Sampai ke China karena Nusantara berada di tengah-tengah pelayaran perdagangan yang terkenal dengan nama selat Malaka. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa Islam telah ada di Nusantara sebelum ke China.
4.      Teori Eropa
Teori yang menyatakan bahwa Islam itu datang dari eropa secara mutlak berpegang pada apa yang disebutkan oleh pengembara italia Marcopolo bahwa masuknya islam ke Asia Tenggara adalah pada abad ke tiga belas Masehi di sebelah utara pulau sumatera. Dalam hal ini mereka membatasi pendapat hanya pada perjalanan Marcopolo ke daerah tersebut yang terjadi pada tahun 1292 M dengan pendapatnya sebagaimana yang tertulis di dalam Ensiklopedia dunia islam sebagai berikut:
“sesungguhnya semua penduduk negeri ini adalah penyembah berhala kecuali di kerajaan kecil perlak yang terletak di timur laut Sumatera dimana penduduk kotanya adalah orang-orang islam. sedangkan penduduk yang tinggal di bukit-bukit mereka semuanya adalah penyembah berhala atau orang-orang biadab yang memakan daging manusia,”
Selanjutnya, dikatakan pula bahwa karena penamaan ini sebelum kedatangan Marcopolo, maka hal ini menmbulkan tanda Tanya. Mungkin saja daerah samara bukan samudra itu sendiri. Tetapi jika ya demikian, maka Marcopolo salah ketika mengatakan kota itu bukan kota islam, karena sesungguhnya di sana terdapat beberapa batu tertulis dan merupakan pemerintahan islam pertama di samudra. Sultan Malaka yaitu Malik al-Shaleh berada di sana tahun 696 H (1297 M). Dengan demikian itulah masa pertama yang jelas tentang adanya masyarakat islam yang pertama di Nusantara.
5.      Teori Muslim
Ada beberapa pendapat sejarawan Arab dan Muslim tentang masuknya islam di Asia Tenggara. Misalnya Muhammad Dhiya Syahab dan Abdullah bin Nuh mengatakan bahwa banyak buku-buku sejarah dari Barat dan orang-orang yang mengikutinya yang mengira bahwa islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13 M tetapi saya berkeyakinan bahwa masuknya islam ke Asia Tenggara jauh sebelum masa yang diduga oleh orang-orang asing itu dan para pengikut mereka.
Kemudian pendapat Syarif Alwi bin Thohir Al-Haddad salah seorang Mufti Kesultanan Johor Malaysia mengatakan bahwa pendapat-pendapat para sejarawan tentang masuknya islam ke Asia Tenggara adalah tidak tepat. Terutama pendapat sejarawan Eropa  yang menetapkan masuknya islam ke jawa pada tahun 800-1300 H, di Sumatera dan Malaysia pada abad ke 7 Hijriah. Kenyataan yang benar bertentangan dengan apa yang mereka katakan. Karena sesungguhnya islam telah mempunyai raja-raja di Sumatera pada abad ke enam bahkan ke lima hijriah.
Kemudian ahli sejarah dan mufti ini mengatakan bahwa telah terjadi kesalahan tentang masuknya islam ke sumatera, negeri-negeri melayu, kepulauan sulu dan Mindanao. Islam telah masuk ke daerah-daerah tersebut sebelum waktu yang disebutkan oleh orang-orang eropa.Bukti-bukti telah menunjukkan hal tersebut. Demikian juga yang terjadi tentang masuknya islam ke jawa dan china. Rahasia (kunci) kesalahan ini sebagaimana dikatakan adalah, bahwasanya orang-orang jawa tidak mempunyai penggalan tahunan yang tepat sebelum masuknya islam dan sesungguhnya hal itu terjadi jauh setelah itu dan di masukkan pada kejadian-kejadian dalam sejarah.
Keterangan-keterangan di atas ditambah lagi dengan apa yang disebutkan oleh sejarah-sejarah Sulu dan Mindanao, bahwasanya Makhdum datang ke daerah-daerah tersebut sebagai da’I pada tahun 1380 M yaitu tahun 782 hijriah bertepatan dengan 1308 tahun jawa. Maka antara masuknya Makhdum Isha ke jawa dan tahun ini terdapat perbedaan yang tak kurang dari 47 tahun.
Selain itu, Dr. Muhammad Zaitun mengatakan bahwa walaupun para sejarahwan menyebutkan masuknya islam ke Malaysia pada abad ke enam hijriah (abad ke 12 M), pendapat yang lebih kuat adalah islam telah masuk kesana jauh sebelum itu. Mungkin tahun yang disebutkan oleh mereka hanya menjelaskan catatan-catatan sejarah seperti yang tertulis di prasasti yang sampai kepadanya sesudah pemerintah wilayah-wilayah tersebut memeluk agama islam dan terbentuk kesultanan-kesultanan islam di daerah tersebut. Di Malaysia, wilayah kedah adalah wilayah yang paling cepat memeluk islam.
6.      Teori Benggali (Bangladesh)
Teori yang menyatakan bahwa Islam itu datang dari Benggali (kini Bangladesh) yang diajukan oleh Fatimi.Fatimi beragumentasi bahwa kebanyakan orang terkemuka di Pasai adalah orang benggali atau keturunan mereka. Selain itu Fatimi menjelaskan bahwa Islam muncul pertama kali di Semenanjung Malaya adalah dari arah pantai timur, bukan dari barat (Malaka), pada abad ke 11 M, melalui Kanton, Phanrang, sementara elemen-elemen prasasti yang ditemukan di Terengganu juga lebih mirip dengan prasasti yang ditemukan di Leran.
Teori Gujarat dan Bengali sebagai tempat asal Islam di Nusantara mempunyai kelemahan-kelemahan tertentu.Ini dimunculkan oleh Morrison (1951).Ia menjelaskan meski batu-batu nisan yang ditemukan di tempat-tempat tertentu di Nusantara boleh jadi berasal dari Gujarat atau Bengali, itu tidak berarti Islam juga datang dari sana. Menurut Morrison, pada masa Islamisasi Samudera Pasai yang raja pertamanng raja pertamanya wafat tahun 698 H/1297 M, Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu. Barulah setahun kemudian (699 H/1298M) Cambay, Gujarat ditahlukkan kekuasaan Muslim. Selanjutnya dinyaatakan, meski laskar Muslim beberapa kali menyerang Gujarat - masing-masing 415 H/1024 M, 574 H/1178 M, 595 H/1197 M – raja hindu disana mampu mempertahankan kekuasaannya hingga tahun 698 H/1297 M. Berdasarkan hal tersebut, Morrisson mengemukakan bahwa Islam di Nusantara bukan berasal dari Gujarat, melainkan dibawa para Muslim dari Pasai Coromandel pada akhir abad ke-13.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Islam datang dikawasan  Melayu  diperkirakan pada sekitar abad ke-7. Kemudian mengalami perkembangan secara intensif dan mengislamisasi masyarakat secara optimal yang diperkirakan terjadi pada abad ke-13 M. Awal kedatangannya diduga akibat hubungan dagang antara pedagang-pedagang Arab dari Timur Tengah dari daerah sekitar India dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Sebelum islam datang ke tanah Melayu, orang-orang Melayu adalah penganut annimisme, hinduisme, dan budhisme. Namun demikian, sejak kedatangannya Islam secara berangsur-angsur mulai meyakini dan diterima sebagai agama baru oleh masyarakat Melayu Nusantara. Proses islamisasi di Nusantara tidak dapat dilepaskan dari peranan kerajaan Islam. Berawal ketika Raja setempat memeluk Islam, selanjutnya diikuti para pembesar istana, kaum bangsawan dan kemudian rakyat jelata.
Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan.Masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik yang kami sengaja maupun yang tidak kami sengaja.Maka dari itu sangat kami harapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.Semoga dengan berbagai kekurangan yang ada ini tidak mengurangi nilai-nilai dan manfaat dari mempelajari sejarah islam dan peradaban melayu.












DAFTAR PUSTAKA
C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modem (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1991), him.
 Azyumardi Azra, Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal (Bandung: Mizan, 2002) hlm.20-21
P.A. Hosein Djadjadiningrat, “Islam di Indonesia”, dalam Kennet Morgan, ed., Islam Djalan Mutlak, terj. Abu Salamah, ddk. (Djakarta : PT. Pembangunan, 1963), hlm. 99-140
Buku Silang Budaya Tiongkok Indonesia – Prof Kong Yuanzhi
Hasbullah, Islam dan Tamadun Melayu, Riau: Daulat Riau, 2009.
Helmiati, Islam dalam Masyarakat & Politik Malaysia, Pekanbaru: Suska Press UIN Suska Riau, 2007.
Roza Ellya, Islam dan Tamadun Melayu, Pekanbaru-Riau: Daulat Riau, 2013.

Thohir Ajid, Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, Jakarta: Raja Pers, 2011.

Kamis, 17 Desember 2015

KONSEP TENTANG GURU BK

MAKALAH
KONSEP TENTANG GURU BIMBINGAN DAN KONSELING
Description: F:\ \images.jpg
Dosen Pengampu : Rusmini, S.Ag, M.Pd.I

Disusun Oleh :
Ainal Yakin
TA 140912





PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TA. 2015-2016

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam proses pendidikan, semua  yang terkait dengan proses tersebut mempunyai peran dan tanggungjawab sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Masing – masing peran tersebut harus berjalan secara sinergis saling melengkapi sehingga membentuk sustu sistem yang harmonis. Dari peran – peran yang ada, peran guru bimbingan dan konseling sangat diperlukan sehingga kegiatan belajar dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan apa yang diharapkan. Bimbingan dan konseling merupakan pelayanan dari, untuk, dan oleh manusia memiliki pengertian yang  khas. Dengan bimbingan dan konseling tersebut, siswa akan melakukan aktifitas belajar sesuai dengan apa yang telah ditentukan, atau telah diatur dalam suatu  aturan (norma). Sebagaimana dikemukakan oleh Moeliono (1993: 208) bahwa disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib, aturan, atau norma.
Dengan demikian bimbingan menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut. Melihat begitu kompleksnya tugas seorang guru serta begitu pentingnya bimbingan dan konseling bagi siswa-siswi di sekolah, maka kami bermaksud untuk memaparkan sebuah makalah yang akan membahas dan mengupas lebih jauh tentang peranan guru dalam rangka pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.
Rumusan masalah
1.      Apa itu konsep tentang guru BK?
2.      Bagaimana kerja sama guru dengan konselor dalam layanan bimbingan sesuai konsep guru BK ?
Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui konsep tentang guru BK.
2.      Mengetahui kerjasama guru dengan konselor dalam layanan bimbingan sesuai konsep guru BK.
Kegunaan Makalah
Makalah ini dibuat sebagai tugas terstruktur dan sebagai bahan diskusi.


BAB II
PEMBAHASAN
Konsep Tentang Guru BK
Pada bidang profesi, guru bertugas mendidik, mengajar, dan melatih; mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup; mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan iptek; melatih berarti mengembangkan ketrampilan-ketrampilan siswa dalam bidang kemanusiaan, di sekolah, guru berperan sebagai orang tua kedua, yang memberi dan membangun motivasi murid-muridnya untuk belajar serta menambah wawasan dalam berbagai hal dalam bidang kemasyarakatan, guru bertugas mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik serta bertanggung jawab.
Karena juga merupakan orang tua kedua, guru harusnya memberlakukan setiap siswa seabagaianaknya sendiri. Karena hubungan sebagai anak-orang tua itu, guru dapat berperan lebih luas, misalnya sebagai seorang pendamping dalam berbagai pergumulan dan permasalahan yang ada pada diri siswa. Pendampingan itu bertujuan agar siswa mampu mengatasi pergumulan dan permasalahannya. Dalam konteks ini, guru telah bertindak sebagai seorang konselor, dan siswanya adalah konseling.
 Konsep tentang guru BK didasari oleh peran guru dalam membimbing konselor  meliputi 9 peran guru yaitu :
1.      Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
2.      Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
3.      Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
4.      Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
5.      Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
6.      Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
7.      Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
8.      Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
9.      Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
Sementara itu, berkenaan peran guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan bahwa guru-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus manusiawi-religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli, memahami dan menghargai tanpa syarat. Prayitno (2003) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru-guru dalam bimbingan dan konseling adalah :
Ø  Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa.
Ø  Mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
Ø  Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
Ø  Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti kegiatan yang dimaksudkan itu.
Ø  Menangani masalah siswa.
Ø  Mengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
Dalam kehidupannya individu menghadapi dan dihadapkan kepada sejumlah kondisi yang ada pada diri sendiri dan lingkungannnya, yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi keefektifan kehidupannya sehari-hari. Kondisi-kondisi itu misalnya: warna kulit, kondisi kesehatan, tinggi badan, berat badan, hasil belajar di sekolah, warna rambut, status perkawinan, kondisi ekonomi, keadaan orang tua, tuntutan nilai-nilai budaya, hubungan kakak-adik, aspirasi pekerjaan, hobi, dan lain sebagainya. Pelayanan konseling pada dasarnya tidak menangani secara spesifik kondisi-kondisi yang dimaksud. Untuk menangani masing-masing kondisi itu, apabila memang memerlukan penanganan secara intensif, ada ahli tersendiri, atau setidak-tidaknya ada cara tersendiri yang dapat dilakukan. Objek spesifik pelayan konseling bukanlah kondisi-kondisi sebagaimana dicontohkan itu, melainkanperilaku efektif  individu yang bersangkutan berkenaan dengan kondisi tertentu dengan berbagai keterkaitannya, yang secara signifikan diungkapkan di dalam proses konseling.
Guru berusaha membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembanga mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai individu yang mandiri dan produktif. Siswa adalah individu yang unik,. Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Walaupun secara fisik mungkin individu memiliki kemiripan, akan tetapi pada hakikatnya mereka tidaklah sama, baik bakat, minat, kemampuan dan sebagainya. Di samping itu setiap individu juga adalah makhluk yang sedang berkembang. Irama perkembangan mereka tentu tidaklah sama juga. Perbedaan itulah yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing.
Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan – pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :
v  Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
v  Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
v  Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
v  Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
v  Menciptakan iklim belajar yang kondusif.
Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
v  Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.
v  Menilai hasil pembelajaran yang adil.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.
Kerja Sama Guru Dengan Konselor Dalam Layanan Bimbingan Sesuai Konsep Guru BK
Peranan guru dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling dapat di bedakan menjadi dua, yaitu :
Tugas Guru dalam Layanan Bimbingan di Kelas
Di sekolah, tugas dan tanggung jawab utama guru adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa. Dengan demikian, bukan berarti dia sama sekali lepas dengan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan konstribusi guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Bahkan dalam batas-batas tertentu guru pun dapat bertindak sebagai konselor bagi siswanya. Wina Senjaya (2006) menyebutkan salah satu peran yang dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing dan untuk menjadi pembimbing baik guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Sementara itu, berkenaan peran guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan bahwa guru-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus manusiawi dan religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli, memahami dan menghargai tanpa syarat.
Oleh karena itu, guru harus dapat menerapkan fungsi bimbingan dalam kegiatan belejar-mengajar. Beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses belajar-mengajar sesuai dengan fungsinya sebagai guru dan pembimbing, yaitu:
v  Mengarahkan siswa agar lebih mandiri.
v  Sikap yang positif dan wajar terhadap siswa.
v  Perlakuan terhadap siswa secara hangat,  ramah,  rendah hati, menyenangkan.
v  Pemahaman siswa secara empatik.
v  Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu.
v  Penampilan diri secara asli (genuine) tidak pura-pura, di depan siswa.
v  Kekonkretan dalam menyatakan diri.
v  Penerimaan siswa secara apa adanya.
v  Perlakuan terhadap siswa secara permissive.
v  Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh siswa dan membantu siswa untuk menyadari perasaannya itu.
v  Pengembangan terhadap siswa menjadi individu yang lebih dewasa.
Abu ahmadi (1977) mengemukakan peran guru sebagai pembimbing dalam melaksanakan proses belajar-mengajar, sebagai berikut :
ü  Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasa aman, dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi  yang dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian. Suasana yang demikian dapat meningktakan motivasi belajar siswa, dan dapat menimbulkan rasa percaya diri siswa.
ü   Mengusahakan agar siswa-siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-kecakapan, sikap, minat, dan pembawaannya.
ü  Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku sosial yang baik. Tingkah laku siswa yang tidak matang dalam perkembanagn sosialnya ini dapat merugikan dirinya sendiri maupun teman-temannya.
ü  Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Guru dapat memberikan fasilitas waktu, alat atau tempat bagi para siswa untuk mengembangkan kemampuannya.
ü  Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan, dan minatnya. Berhubung guru relatif lama dengan para siswanya, maka kesempatan tersebut dapat dimanfaatkannya untuk memahami potensi siswa. Guru dapat menunjukkan arah minat yang cocok dengan bakat dan kemampuannya. Melalui penyajian materi pelajaran, usahakan bimbingan tersebut dapat dilaksanakan.
Tugas Guru dalam Operasional Bimbingan di luar Kelas
Prayitno (2003) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling adalah :
a.       Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa.
b.      Membantu guru pembimbing/konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang
memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
c.       Mengalih tangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor.
d.      Menerima siswa alih tangan dari guru pembimbing/konselor, yaitu siswa yang menuntut guru pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus (seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).
e.       Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
f.       Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.
g.      Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
h.      Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
Agar guru dapat mengoptimalkan peranannya sebagai pembimbing, berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a)       Guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Misalnya pemahaman tentang gaya dan kebiasaan belajar serta pemahaman tentang potensi dan bakat yang diiliki anak, dan latar belakang kehidupannya. Pemahaman ini sangat penting, sebab akan menentukan teknik jenis bimbinga yang harus diberikan kepada mereka.
b)      Guru dapat memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dn memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan keunikan yang dimilikinya.
c)       Guru seyogyanya dapat menjalin hubungan yang akrab, penuh kehangatan dan saling percaya, termasuk di dalamya berusaha menjaga kerahasiaan data siswa yang dibimbingnya, apabila data itu bersifat pribadi.
d)      Guru senantiasa memberikan kesempatan kepada siswanya untuk mengkonsultasikan berbagai kesulitan yang dihadapi siswanya baik ketika sedang berada di kelas maupun di luar kelas.
e)       Guru sebaiknya dapat memahami prinsip-prinsip umum konseling dan menguasai teknik-teknik dasar konseling untuk kepentingan pembimbingan siswanya, khususnya ketika siswa mengalami kesulitan-kesulitan tertentu dalam belajarnya.
Guru Bimbingan dan Konseling yang profesional yang telah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas tentunya dalam melaksanakan tugas akan lebih dirasakan, lebih dicintai, dinanti-nanti dan selalu diharapkan kehadirannya utamanya oleh siswa, rekan sejawat dan masyarakat pada umumnya. Semua ini tidak akan tercapai ketika pola pikir, pola sikap dan pola tindak tidak berubah. Resah dan gelisah ketika tunjangan profesi belum kunjung cair bukan resah dan gelisah memikirkan siswanya, menganalisis dan mencari pendekatan serta teknik yang tepat untuk memberikan pelayanan konseling. Bagi yang mau berangkat atau mempersiapkan PLPG seharusnya berpikir bahwa Sertifikat pendidik yang akan diperoleh dengan konsekuensi tunjangan profesi yang diperoleh sebagai alat untuk meningkatkan kompetensi dan meningkatkan mutu kinerja bukan semata-mata untuk mendapatkan tunjangan profesi atau menjadikan sertifikat pendidik sebagai tujuan.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran guru dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah - sekolah sangat penting sekali. Guru mempunyai peran yang sentral dalam kegiatan Bimbingan dan konseling yaitu :
-          Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasa aman, dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian.
-          Mengusahakan agar siswa-siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-kecakapan, sikap, minat, dan pembawaannya.
-          Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku social yang baik.
-          Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
-          Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan dan minatnya
Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan.Masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik yang kami sengaja maupun yang tidak kami sengaja.Maka dari itu sangat kami harapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.Semoga dengan berbagai kekurangan yang ada ini tidak mengurangi nilai-nilai dan manfaat dari mempelajari konsep tentang guru BK ini.












DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas, 2004, Dasar Standardisasi Profesi KonselingDir PPTK&KPT, Bagiam Proyek Peningkatan Tenagan Akademik, Dirjendikti Depdiknas
Depdiknas, 2007, Draf Final Model Pengembangan SMP/MTs, Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.
Depdiknas, 2007, Draf Final Model Pengembangan SMA/MA, Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.
Depdiknas, 2007, Draf Final Model Pengembangan SMK, Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.
Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia, 2005, Standar Kompetensi Konselor Indonesia,Bandung: PB ABKIN
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan  untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan  Nasional (SNP)
Prayitno, 2006, Spektrum dan Keprofesian Profesi KonselingPadang: Jurusan BK FIP UNP
Prayitno, 2007, Konseling Pancawaskita, Padang: Jurusan BK FIP UNP
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Sudrajat, Akhmad.wordpress.com/2011/10/17/peran-guru-sebagai-pembimbing/.html
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas