Minggu, 29 November 2015

Pengertian Rukun Islam Dan Penerapan Dalam Akhlak Tasawuf


1. Pengertian Rukun Islam Dan Penerapan Dalam Akhlak Tasawuf
1.      Pengertian Rukun Islam
Rukun Islam (Arab: أركان الإسلام arkān al-Islām; atau أركان الدين arkān al-dīn; "pilar-pilar agama") adalah lima tindakan dasar dalam Islam, dianggap sebagai pondasi wajib bagi orang-orang beriman dan merupakan dasar dari kehidupan Muslim. Kesemua rukun-rukun itu terdapat pada hadits nabi Muhammad SAW.
Rukun Islam terdiri daripada lima perkara, yaitu:
v  Syahadat: menyatakan kalimat tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad itu rasul Allah.
v  Shalat: ibadah sembahyang lima waktu sehari.
v  Zakat: memberikan 2,5% dari uang simpanan kepada orang miskin atau yang membutuhkan.
v  Shaum: berpuasa dan mengendalikan diri selama bulan suci Ramadan.
v  Haji: pergi ke ibadah ke Makkah, setidaknya sekali seumur hidup bagi mereka yang mampu.
2.      Penerapan dalam akhlak tasawuf
v  syahadat yaitu menyatakan kalimat tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad itu rasul Allah.
Syahadat (persaksian) ini memiliki makna mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan hati lalu mengamalkannya melalui perbuatan. Adapun orang yang mengucapkannya secara lisan namun tidak mengetahui maknanya dan tidak mengamalkannya maka tidak ada manfaat sama sekali dengan syahadatnya.
Makna "La ilaha Illallah"
Yaitu; tidak ada yang berhak diibadahi secara haq di bumi maupun di langit melainkan Allah semata. Dialah ilah yang haq sedang ilah (sesembahan) selain-Nya adalah batil. Sedang Ilah maknanya ma’bud (yang diibadahi). Artinya secara harfiah adalah: "Tiada Tuhan selain Allah"
Makna Syahadat “Muhammad Rasululla
Makna syahadat Muhammad Rasulullah adalah mengetahui dan meyakini bahwa Muhammad utusan Allah kepada seluruh manusia, dia seorang hamba biasa yang tidak boleh disembah, sekaligus rasul yang tidak boleh didustakan. Akan tetapi harus ditaati dan diikuti. Siapa yang menaatinya masuk surga dan siapa yang mendurhakainya masukneraka. Selain itu anda juga mengetahui dan meyakini bahwa sumber pengambilan syariat sama saja apakah mengenai syiar-syiar ibadah ritual yang diperintahkan Allah maupun aturan hukum dan syariat dalam segala sector maupun mengenai keputusan halal dan haram. Semua itu tidak boleh kecuali lewat utusan Allah yang bisa menyampaikan syariat-Nya.
v  Shalat yaitu ibadah sembahyang lima waktu sehari
Shalat lima waktu sehari semalam yang Allah syariatkan untuk menjadi sarana interaksi antara Allah dengan seorang muslim dimana ia bermunajat dan berdoa kepada-Nya. Juga untuk menjadi sarana pencegah bagi seorang muslim dari perbuatan keji dan mungkar sehingga ia memperoleh kedamaian jiwa dan badan yang dapat membahagiakannya di dunia dan akhirat.
Shalat wajib bagi seorang muslim dalam kondisi apapun hingga pada kondisi ketakutan dan sakit. Ia menjalankan Shalat sesuai kemampuannya baik dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring hingga sekalipun tidak mampu kecuali sekedar dengan isyarat mata atau hatinya maka ia boleh Shalat dengan isyarat
v  Zakat yaitu memberikan 2,5% dari uang simpanan kepada orang miskin atau yang membutuhkan.
Allah telah memerintahkan setiap muslim yang memilki harta mencapai nisab untuk mengeluarkan zakat hartanya setiap tahun. Ia berikan kepada yang berhak menerima dari kalangan fakir serta selain mereka yang zakat boleh diserahkan kepada mereka sebagaimana telah diterangkan dalam Al Qur’an.
Nishab emas sebanyak 20 mitsqal. Nishab perak sebanyak 200 dirham atau mata uang kertas yang senilai itu. Barang-barang dagangan dengan segala macam jika nilainya telah mencapai nishab wajib pemiliknya mengeluarkan zakatnya manakala telah berlalu setahun. Nishab biji-bijian dan buah-buahan 300 sha’. Rumah siap jual dikeluarkan zakat nilainya. Sedang rumah siap sewa saja dikeluarkan zakat upahnya. Kadar zakat pada emas, perak dan barang-barang dagangan 2,5 % setiap tahunnya. Pada biji-bijian dan buah-buahan 10 % dari yang diairi tanpa kesulitan seperti yang diairi dengan air sungai, mata air yang mengalir atau hujan. Sedang 5 % pada biji-bijian yang diairi dengan susah seperti yang diairi dengan alat penimba air.
Di antara manfaat mengeluarkan zakat menghibur jiwa orang-orang fakir dan menutupi kebutuhan mereka serta menguatkan ikatan cinta antara mereka dan orang kaya.
v  Puasa yaitu berpuasa dan mengendalikan diri selama bulan suci Ramadan Puasa pada bulan Ramadan yaitu bulan kesembilan dari bulan hijriyah.
Dalam puasa terdapat beberapa manfaat tak terhingga. Di antara yang terpenting:
Pertama Merupakan ibadah kepada Allah dan menjalankan perintah-Nya. Seorang hamba meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya demi Allah. Hal itu di antara sarana terbesar mencapai taqwa kepada Allah ta’ala.
Kedua  Adapun manfaat puasa dari sudut kesehatan, ekonomi, sosial maka amat banyak. Tidak ada yang dapat mengetahuinya selain mereka yang berpuasa atas dorongan akidah dan iman.
v  Haji yaitu pergi ke ibadah ke Makkah, setidaknya sekali seumur hidup bagi mereka yang mampu.
Rukun Islam kelima adalah haji ke baitullah Mekkah sekali seumur hidup. Adapun lebihnya maka merupakan sunnah. Dalam ibadah haji terdapat manfaat tak terhingga :
Pertama, haji merupakan bentuk ibadah kepada Allah ta’ala dengan ruh, badan dan harta.
Kedua, ketika haji kaum muslimin dari segala penjuru dapat berkumpul dan bertemu di satu tempat. Mereka mengenakan satu pakaian dan menyembah satu Robb dalam satu waktu. Tidak ada perbedaan antara pemimpin dan yang dipimpin, kaya maupun miskin, kulit putih maupun kulit hitam. Semua merupakan makhluk dan hamba Allah. Sehingga kaum muslimin dapat bertaaruf (saling kenal) dan taawun (saling tolong menolong). Mereka sama-sama mengingat pada hari Allah membangkitkan mereka semuanya dan mengumpulkan mereka dalam satu tempat untuk diadakan hisab (penghitungan amal) sehingga mereka mengadakan persiapan untuk kehidupan setelah mati dengan mengerjakan ketaatan kepada Allah ta’ala.

Penerapan rukun islam dalam akhlak tasawuf adalah Mengetahui bahwa rukun islam merupakan pondasi untuk mendekat diri pada allah SWT, yaitu mejadikan rukun islam sebagai urgensi dalam kehidupan untuk mencapai kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Untuk itu jadikan penerapan rukun islam dalam akhlak tasawuf ini dalam mencapai tahalli, takhalli dan tajalli dalam menggapai terwujudnya insan kamil.

Sabtu, 21 November 2015

MANUSIA DALAM PANDANGAN FILSAFAT



HAKEKAT  MANUSIA DALAM PANDANGAN FILSAFAT 

Dalam  pandangan Albert Eintstein dan diikuti oleh Burhan Bungin, bahwa ilmu pengetahuan bukan satu-satunya jalan untuk mengungkapkan kebenaran. Melalui filsafat juga akan dapat diungkapkan  kebenaran, selain tentunya melalui agama dan seni.
Para Ahli Filsafat Kuno,  di antaranya Plato (427-347 SM) menyatakan bahwa filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang murni; dan Aristoteles (380-322 SM) mendefinsikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran. Karenanya, seperti dikatakan Sutardjo A. Wiramihardja (2007 : 91) :

”Kebenaran filsafati adalah pengetahuan yang kebenarannya dimatangkan dengan pendalaman berpikir rasional, sistematis, universal bebas, dan terutama radikal. Dengan demikian kebenarannya bersifat subyektif, yaitu tergantung pada kemampuan berpikir subyek atau tiap-tiap orang.” 



Sementara itu, pandangan  Ahli Filsafat Modern, seperti  Rene Descartes (1596-1650), mendefinisikan filsafat sebagai kumpulan segala ilmu pengetahuan termasuk di dalamnya  Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan.  Begitupun juga, Immanuel Kant menyatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala ilmu pengetahuan yang di dalamnya mencakup empat persoalan, yaitu apa yang dapat diketahui (metafisika), apa yang seharusnya diketahui (etika), sampai dimana harapan kita (agama), dan apa yang dinamakan dengan manusia (antropologi).

 Karena itu Hasbullah Bakri (dalam Sutardjo A. Wiramihardja, 2007 : 11) merumuskan definisi filsafat sebagai berikut :
”Ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan,  alam semesta, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikat ilmu filsafat dapat dicapai oleh akal manusia dan bagaimana seharusnya sikap manusia setelah mencapai pengetahuan itu”.

Dengan pertimbangan itu, maka untuk menggali pengetahuan tentang makhluk ciptaan Tuhan yang dinamamakan ’manusia’, dapat menggunakan pendekatan filsafat, dan dipilihlah Filsafat Manusia sebagaimana dikupas olah Louis Leahy (2001) dalam pustaka filsafat  Siapakah Manusia?"
 Filsafat manusia adalah bagian filsafat yang mengupas apa arti manusia  filsafat manusia mengungkapkan sebaik mungkin apakah sebenarnya makhuk yang disebut ”manusia”. Istilah filsafat manusia diterjemahkan dari istilah antropologi filosofis (dalam bahasa Yunani anthropos berarti manusia), yang  menggali, memperdalam dan memperkaya pengetahuan tentang manusia dengan memandang manusia sebagai kesatuan roh dan badan, atau jiwa dan daging.
Hal tersebut seperti yang digambarkan oleh Rene Descartes, bahwa  manusia terbentuk dari badan dan jiwa sebagai dua substansi yang lengkap masing-masing.

Pandangan Rene Descartes tersebut dipengaruhi tradisi pemikiran filsafat kuno pendahulunya, yaitu filsafat  Plato yang humanis. Pandangan Plato tentang manusia menempatkan manusia sebagai manusia, yang sangat dipengaruhi oleh rasionya. Karena itu, menurut Plato manusia memiliki idealisme. Pemikiran Plato ini juga banyak mempengaruhi para ahli filsafat selanjutnya, seperti Edmund Hussler, Martin Heidgger dan Merleau Ponty, yang banyak mengembangkan aliran filsafat fenomenologi.

  Fenomenologi adalah aliran filsafat yang mengkaji fenomena atau penampakan, dimana antara fenomena dan kesadaran tidak terisolasi satu sama lain, melainkan selalu berhubungan secara dialektis. Menurut aliran fenomenologi, suatu fenomena atau sesuatu yang tampak pasti bermakna,  menurut subyek yang menampakkan  fenomena tersebut. Karena setiap fenomena berasal dari kesadaran manusia sehingga sebuah fenomena pasti ada maknanya.
Tradisi pemikiran filsafat Plato yang humanistis dan idealistis ini juga banyak mengilhami pemikiran Immanuel Kant yang berfaham kritisme maupun Hegel yang idealisme tentang dunia ide. Selanjutnya, pemikiran-pemikiran tersebut melahirkan atau menjadi akar tradisi paradigma fenomenologi dalam penelitian sosial yang dikenal sebagai paradigma penelitian sosial kualitatif,

Selanjutnya, dalam kajian filsafat  manusia, Louis Leahy (2001 : 17)  menjelaskan bahwa demikian banyak para  ahli filsafat telah berupaya untuk menjelaskan tentang manusia, namun banyak di antaranya memunculkan keragu-raguan dan pertentangan. Beberapa  keragu-raguan dan pertentangan itu, seperti pendapat Plato dan Plotinos, misalnya manusia adalah  suatu makhluk ilahi, namun sebaliknya menurut Epikorus dan Lukretus, manusia  adalah suatu makhluk yang berumur pendek, lahir karena kebetulan, dan akhirnya sama sekali lenyap.
 Selain itu, ada juga pertentangan pendapat antara Rene Descartes, yang mengatakan bahwa kebebasan manusia mirip dengan kebebasan Tuhan, sebaliknya Voltaire mengatakan bahwa manusia tidak berbeda secara esensial dengan binatang-binatang yang paling tinggi; seperti juga pendapat antara Hobbes yang mengatakan bahwa manusia dalam daya geraknya bersifat agresif dan jahat, dan ditentang oleh Rousseau yang mengatakan sebaliknya bahwa manusia itu baik dalam kodratnya. 
Namun, disamping temuan adanya keragu-raguan dan pertentangan-pertentangan  itu, filsafat manusia dalam pandangan Louis Leahy (2001:20-21) juga dapat menjelaskan adanya suatu watak-sifat manusia, yang merupakan kumpulan corak dan suatu rangkaian bentuk dinamis yang memiliki kekhasan bagi manusia. Dengan adanya watak-sifat manusia, memungkinkan manusia dapat dibedakan dengan makhuk-makhuk lainnya. Tanpa adanya watak-sifat yang dimiliki manusia, filsafat dan setiap ilmu pengetahuan tentang manusia tidak mungkin akan berjalan.
 Namun, menurut Lois Leahy yang paling sulit adalah membedakan kategori watak-sifat manusia, mana yang menjadi sifat dasar manusia dan mana yang menjadi sifat skunder; atau dengan kata lain mana watak-sifat yang harus selalu ada pada setiap manusia, dan mana watak-sifat yang hanya ada pada manusia tertentu saja.
Dengan mempertimbangkan pendapat para antropologi bahwa apa yang oleh orang Eropa atau orang Amerika dianggap tanpa ragu-ragu sebagai ciri khas kelakuan manusia, namun tidaklah selalu demikian menurut pandangan dan pendapat orang Afrika dan Asia, maka  harus dipertimbangkan penegasan  Louis Leahy  (2001: 21) ini yang mengatakan : 
 ”Di antara orang-orang dari kebudayaan yang sama tidaklah selalu mudah untuk menyesuaikan pendapat tentang apa yang normal dan apa yang tidak normal, tentang apa yang bermoral dan apa yang tidak; karenanya watak-sifat manusia sangatlah kompleks, fleksibel dan dipengaruhi oleh daya perkembangan, tidak mewujudkan sekaligus segala kemampuannya, dan tidak mewujudkan diri di mana-mana dengan cara yang sama.”

Lebih jauh Louis Leahly (2001:21) mengatakan tentang watak-sifat manusia sebagai berikut:
”Mungkin ada variasi-variasi tanpa henti berdasarkan waktu dan lingkungan, adat kebiasaan, serta keadaan-keadaan setempat, namun variasi-variasi yang kadang-kadang begitu bertentangan  atau mengherankan hanya dapat tampak sebagai variasi, kerena timbul pada suatu dasar umum, yang oleh para ahli antropologi sendiri tanpa ragu-ragu diakui adanya.” 

Penegasan yang bernuansa permisif tentang watak-sifat manusia tersebut didukung oleh pernyataan Clyde Kluckhohn (dalam Louis Leahly, 2001:21), sebagai berikut : ”Para anggota dari semua masyarakat manusiawi, mendapati persoalan-persoalan  sulit dan sama dimana-mana, yang tidak bisa dihindari dan ditimbulkan oleh biologi manusia serta fakta-fakta lain dari pada keadaan manusia itu.”

DAFTAR PUSTAKA 
 A. Wiramihardja, Sutardjo, 2007, Pengantar Filsafat (Sistematika Filsafat, 
           Sejarah Filsafat, Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemokogi), Metafisika
           dan Filsafat Manusia, Aksiologi), Bandung: Refika Aditama.
 
        Louis Leahy, 2001,  Siapakah Manusia ? (Sintesis, Filosofis tentang Manusia), 
          Pustaka Filsafat, Yogjakarta:  Kanisius.
 Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, 2007, Teori Kepribadian,  Bandung : UPI-
             Bandung  dan  Remaja Rosdakarya.
Yves Brunsvick dan Andre Danzin, 2005, Lahirnya Sebuah Peradaban,
             Yogjakarta : Kanisius.